Ponorogo — Minggu (28/9/2025), bertempat di Aula Gedung Ratna Dewi, Ronowijawan, Sejiwa kembali menggelar kajian volume 5 bertajuk “Menyiapkan Bekal Menuju Halal.” Acara yang dipandu oleh Ayez Maahadi dan A. Khoirul Muttaqin atau Gus Taqin sebagai pemateri ini, dimulai pukul 15.09 WIB, setelah sebelumnya diawali dengan tilawah bersama dan salat ashar berjamaah. Digelar secara terbuka, kajian ini disambut antusias hingga diikuti oleh hampir 300 peserta dari berbagai penjuru kota.
Mengawali pembicaraan, Gus Taqin menegaskan bahwa pernikahan adalah janji kokoh yang tidak boleh diputuskan secara tergesa-gesa. Dalam Al-Qur’an, istilah janji kokoh disebutkan sebanyak tiga kali: ketika Allah Swt. mewajibkan kaum Yahudi mengamalkan Taurat, saat Allah Swt. mengambil sumpah para Rasul, dan ketika terjalinnya akad nikah. Karena itu, kesiapan setiap individu dalam melangkah menuju pernikahan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. “Setidaknya ada enam poin utama untuk mempersiapkan diri menuju pernikahan. Pertama, memahami hak dan kewajiban suami-istri. Kedua, meluruskan niat. Ketiga, mendalami ilmu yang berkaitan dengan pernikahan. Keempat, melibatkan Allah dalam setiap urusan, termasuk urusan finansial. Kelima, belajar mengelola emosi. Dan keenam, membangun komunikasi yang sehat,” papar beliau.
Sebagaimana tertuang dalam enam poin di atas, Gus Taqin menekankan pentingnya memahami ilmu tentang pernikahan, khususnya terkait hak dan kewajiban suami-istri. Menurutnya, Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa keduanya harus dipenuhi sebagai bentuk pertanggungjawaban di dunia dan akhirat. “Ketika seseorang telah menjalankan kewajibannya, ia juga perlu mengetahui hak apa saja yang akan didapat. Misalnya, seorang suami tidak sepatutnya hanya menuntut hak, melainkan terlebih dahulu harus menunaikan kewajiban, salah satunya dengan memberi nafkah. Lebih dari itu, suami juga memberikan qawwam, yang dalam tafsirnya berarti menghadirkan kemaslahatan atau kebaikan bagi seluruh keluarganya,” jelasnya.
Di sisi lain, persoalan keuangan juga menjadi bekal penting yang tidak boleh diabaikan dalam mempersiapkan pernikahan. Sebab, tak jarang, masalah ekonomi justru menjadi pemicu utama dalam keretakan rumah tangga. Bahkan, kata harta disebut sebagai al-khoir dalam QS. Al-‘Adiyat Ayat 8, yang secara bahasa berarti kebaikan. Al-Hakim at-Turmudzi dalam Nawadir al-Ushul menjelaskan bahwa, harta pada asalnya merupakan pendukung bagi para hamba untuk urusan agama mereka. “Itulah kenapa Sayyidina Umar r.a. pernah berpesan bahwa mengatur keuangan kita adalah separuh dari kesejahteraan,” tutur Gus Taqin.
Menanggapi hal tersebut, Setyo, salah seorang peserta mengungkapkan kegelisahannya tentang apa yang harus didahulukan saat sudah menemukan calon yang dirasa tepat: kematangan finansial atau pernikahan. Menjawab persoalan itu, Al-Qur’an telah memberi pedoman melalui QS. An-Nur Ayat 32 yang artinya: “Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”
Menurut penuturan Gus Taqin, meski penting, kesiapan finansial memang bukanlah syarat mutlak untuk melangsungkan pernikahan. Yang lebih utama adalah niat baik disertai rasa tanggung jawab untuk terus berusaha serta mengelola keuangan dengan bijak. “Memang benar, jika sudah merasa siap, maka menikahlah dengan niat yang baik, niscaya Allah Swt. akan melancarkan. Namun, alangkah baiknya untuk tetap memiliki rasa tanggung jawab dengan terus bekerja keras dan belajar mengatur keuangan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang saya sebutkan tadi,” jawabnya.
Menutup sesi diskusi, sejumlah tanggapan positif berdatangan dari Sobat Sejiwa yang antusias mengikuti acara. Salah satunya disampaikan oleh Farida Nur Azizah. Ia menilai, tema pernikahan yang diangkat kali ini sangat menarik karena menyentuh aspek ibadah terpanjang dalam kehidupan manusia. “Saya menyambut baik kajian ini dan merasa cukup tertarik, karena setiap orang berhak mengetahui apa saja yang mereka butuhkan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Saat ini, sering kali kita hanya sekadar ingin menikah, padahal sebenarnya belum benar-benar siap,” ungkap Farida.
Senada dengan Farida, Rahma juga menyampaikan pandangannya terkait kajian Sejiwa kali ini. Menurutnya, tema pernikahan yang diangkat memang tepat bagi mereka yang sedang mempersiapkan diri menuju jenjang tersebut. Meski begitu, ia berharap, ke depan akan hadir pula tema-tema lain yang tak kalah relevan dengan kehidupan sehari-hari. “Luar biasa, pesertanya ramai dan kajiannya berlangsung dengan tenang dan santai. Semoga ke depan ada tema-tema di luar pernikahan yang lebih dekat dengan kehidupan sekarang, misalnya bagaimana menghadapi kesulitan atau permasalahan hidup serta cara menyikapinya,” tutup Rahma.